Kamis, 22 Agustus 2013

RAHASIA MERAIH SEBUAH KEMENANGAN



Ilustrasi dari Inet
Saudaraku..
Kala itu di jeda peperangan Khalid bin Walid ra mengumpulkan pasukannya. Misi yang diembannya cukup berat. Setelah menaklukan Iraq, ia berharap dapat merambah wilayah Syam. Dan ini tentunya bukan tugas yang mudah. Dibutuhkan semangat baja, kekuatan maksimal, strategi brilian, perpaduan tim yang solid dan tentunya mengharap pertolongan dari-Nya.
Di hadapan pasukannya, Khalid berpesan:
“Janganlah ada di antara kalian yang menyelisihi petunjuk Nabi-nya dan jangan biarkan keyakinan kalian (akan kemenangan dari Allah Swt) menjadi lemah. Ketahuilah bahwa kemenangan akan datang sesuai dengan kadar niat perjuangan yang ada di hati kalian. Dan sebuah balasan yang diberikan kepada kalian sebanding dengan amal shalih yang kalian perbuat. Dan bahwa seorang muslim hendaklah senantiasa optimis menyongsong hari depannya selama ia berada di jalur kemenangan.” (“Tharaif wa mawaqif min at tarikh al Islami”, Hasan Zakaria Falaifil).
Saudaraku..
Itulah rahasia kemenangan Khalid dan pasukan kaum muslimin yang berada di bawah komandonya. Kemenangan tak diraih lantaran banyaknya jumlah pasukan atau peralatan perang yang canggih atau dibiayai dana besar dan memadai. Kemenangan akan diraih dengan kekuatan iman, kekokohan maknawiyah, dan kejelasan tujuan.
Khalid bin Walid ra telah menancapkan lima pilar kemenangan dan pondasi kesuksesan, yaitu:
• Tidak menyelisihi petunjuk Nabi saw.
Sejarah telah mencatat, bahwa kegagalan kaum muslimin mempertahankan kemenangan yang telah Allah Swt berikan kepada mereka di awal peperangan Uhud, lantaran pasukan pemanah di bukit Rumah yang berjumlah 50 orang bermaksiat kepada titah Nabi saw. Beliau berpesan kepada mereka agar tetap berada di tempat mereka dan tidak terpancing turun dari bukit itu apapun keadaannya. Ternyata mereka silau dengan kilatan kemenangan dan harta rampasan perang yang terpajang di depan mata.
Abdullah bin Jubair yang memimpin pasukan pemanah itu tak sanggup menahan mereka. Sang komandan beserta beberapa sahabat yang mendengar komandonya akhirnya dibunuh oleh Khalid dan pasukan berkuda pilihannya. Khalid pada waktu itu masih mengibarkan panji kekufuran. Pasukan kaum muslimin pun lari kocar kacir porak poranda menyelamatkan diri, seumpama anak ayam yang kehilangan induknya. Rasul pun terluka di bagian wajahnya saat itu. Uhud mengajari kita arti sebuah ketaatan kepada perintah Nabi saw.
Jika kaum muslimin terpukul mundur di perang Uhud lantaran satu maksiat yang diperbuat oleh sebagian besar pasukan pemanah, maka bagaimana dengan kondisi umat Islam di masa kini? Yang tidak mengindahkan petunjuk Nabinya. Yang telah banyak bermaksiat terhadap perintah Rasulnya.
Kita saksikan, negeri-negeri muslim saat ini terjajah. Jika tidak secara fisik, maka ia terjajah secara mental dan pemikiran. Sumber kekayaan alamnya dirampas. Rakyatnya diadu domba. SDM-nya dibodohi dan dicuci otaknya. Sungguh menyedihkan.
• Keyakinan (iman) yang kuat, jangan dibiarkan melemah.
Iman adalah harta simpanan berharga bagi kita. Yang tersimpan di bumi hati kita. Jika ia lemah atau dibiarkan kering, maka jangan pernah berkhayal bahwa kita akan meraih sebuah kemenangan yang Dia janjikan. Padahal Allah Swt telah memberi garansi, “Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu teramat dekat.” Al Baqarah: 214.
Pertolongan-Nya dekat kepada orang-orang yang taat. Dan jauh dari mereka yang bermaksiat.
Para ulama berkata, “Iman itu dapat bertambah dan berkurang kadarnya. Bertambah dengan ukiran ketaatan, dan berkurang lantaran dosa yang dilakukan.”
Mari kita tingkatkan iman kita dengan menjalankan ketaatan seberat apapun dan menghindari dosa dan maksiat sekecil apapun.
• Kemenangan akan memancar dari niat perjuangan tulus di hati kita.
Kita berjuang demi meraih ridha Allah Swt. Untuk meninggikan kibaran kalimat-Nya. Agar manusia tunduk terhadap aturan dan hukum-hukum-Nya.
Perjuangan kita tak mengharap simpati dan balas jasa dari manusia. Tidak pula ingin meraih bintang, nobel atau penghargaan bergengsi, popularitas, jabatan, pujian dari manusia serta pamrih dunia lainnya. Karena jika ini menyelinap di hati kita, maka pertolongan-Nya akan menyingkir dari kita. Dan tentunya perjuangan kita menjadi sia-sia tak bermakna. Di akherat sana pun menjadi hampa pahala.
 Sebuah balasan sebanding dengan amal shalih yang kita lakukan.
Nabi saw di salah satu sabdanya pernah menyebutkan bahwa surga itu ada seratus tingkatan. Tingkatan satu ke tingkatan berikutnya sejauh jarak antara langit dan bumi.
Artinya orang-orang yang berada dalam satu medan perjuangan, belum tentu memiliki pahala yang sama. Dan mendapat jatah surga serupa. Karena kesungguhan dan kepayahannya dalam meraih cita juga berbeda-beda. Demikian halnya dengan orang yang berjuang lewat organisasi, partai, jamaah atau yang lainnya.
Seperti halnya orang yang berperang lewat jalur darat, laut dan udara juga berbeda balasannya. Pasukan udara lebih baik balasannya karena tingkat kepayahan dan bahayanya juga lebih tinggi dibandingkan dengan jalur laut dan darat. Demikian pula jalur laut setingkat lebih tinggi daripada jalur darat, karena perjuangan di darat tingkat kepayahannya lebih rendah daripada di laut.
Intinya, amal shalih adalah pembeda di antara kita. Baik tidaknya balasan kita di sisi-Nya sangat ditentukan kadar amal shalih kita. Tentunya setelah iman kepada Allah Swt. Karena tanpa iman, amal shalih yang kita ukir tak akan berfaedah sedikit pun bagi kita.
• Optimis menatap hari depan.
Apapun keadaan yang menyapa umat ini. Sesulit apapun kondisi yang kita alami. Sesusah apapun hari-hari yang kita jalani. Kita harus tetap yakin bahwa di balik itu semua ada selaksa kesenangan, kelapangan, kemudahan yang terhampar dan solusi yang diberikan-Nya. Karena kita tahu ada kebersamaan-Nya dalam hidup kita. “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” Al Insyirah: 5.
Hal ini tampak jelas pada kisah Musa as. Saat itu Musa as dan pengikutnya tengah berada dalam kejaran Fir’aun dan bala tentaranya. Sewaktu mereka nyaris disusul oleh Fir’an dan bala tentaranya, sementara tiada jalan untuk menyelamatkan diri. Yang ada hanya bentangan laut merah di hadapan mereka. Dalam kondisi terjepit, saat para pengikutnya dihantui kekhawatiran dan rasa takut, justru Musa as optimis dengan datangnya pertolongan Allah Swt seraya berkata, “Sekali-kali tidak, sesungguhnya Tuhanku bersamaku, kelak Dia memberi petunjuk kepadaku.” Asy Syu’ara’: 62.
Dan benarlah, akhirnya Allah mewahyukan kepada Musa as untuk memukulkan tongkatnya ke laut, sehingga terbentanglah jalan raya yang luas. Lalu Allah selamatkan Musa as beserta pengikutnya dan Dia tenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya.
Saudaraku..
Demikian pula dalam ruang lingkup yang lebih kecil, jika kita ingin sukses, jaya dan meraih kemenangan dalam hidup kita baik secara individu maupun keluarga. Maka kelima pilar tersebut seharusnya mampu kita bangun dengan baik. Semoga demikian adanya, amien ya Mujibas Sailin.
Riyadh, 10 Maret 2012 M.
Sumber: Status Ustadz Abu Ja’far dg sedikit editing

0 komentar:

Posting Komentar