Ibn Hanif mengatakan, “Aku mendengar tentang seorang syekh dan muridnya di kota Tsaur yang
selalu duduk dan larut dalam zikir. Lalu aku pergi ke sana dan mendapati keduanya sedang duduk
tenang menghadap kiblat. Aku mengucapkan salam tiga kali, tetapi mereka tak menjawab. Aku
berkata, ‘Demi Allah, jawablah salamku.’
Si murid mengangkat kepalanya dan berkata, ‘Wahai Ibn Hanif, waktu di dunia ini teramat singkat.
Dan dari waktu yang singkat itu hanya sedikit yang masih tersisa. Kau telah merintangi kami dengan
tuntutanmu agar kami membalas salammu.’ Lalu ia menundukkan kepala dan melanjutkan zikirnya.
Saat itu aku merasa sangat lapar. Tetapi rasa ingin tahu tentang kedua orang itu mengalahkan rasa
laparku. Kemudian aku salat asar dan magrib bersama mereka, dan meminta mereka menasihatiku.
Sekali lagi si murid berujar, ‘Wahai Ibn Hanif, kami ini orang miskin, bahkan kami tak punya lidah
untuk memberikan nasihat.’ Aku bersikukuh menyertai mereka selama tiga hari tiga malam. Tak
sepatah kata pun terlontar diantara kami dan tak seorang pun tertidur.
Aku berkata dalam hati,’Demi Allah, aku akan memaksa mereka memberiku nasihat.’ Si murid
membaca pikiranku, mengangkat kepalanya, dan berkata, ‘Pergi dan carilah orang yang dengan
mengunjunginya kau akan mengingat Allah dan rasa takut kepada-Nya tertanam dalam hatimu, dan
yang akan memberimu nasihat dengan diamnya, bukan lisannya.’”
---Imam Al-Ghazali dalam Kimiya As-Sa’adah
Senin, 01 April 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar