Sebelum
menjadi Muslim, Ibrahim Killington lebih banyak menghabiskan waktu
untuk bersenang-senang. Menegak minuman beralkohol dan obat-obatan
terlarang sudah menjadi kebiasaanya. "Saya bergaul dengan orang yang
sama seperti saya. Dengan harapan, kesenangan dan kebahagian itu tak
pernah berakhir," kenang dia.
Berbicara
soal Islam dan Muslim, ia tak banyak mengetahui hal itu sebelum tragedi
9/11. Ia hanya mendengar istilah teroris banyak diulas pada setiap
pemberitaan baik cetak maupun elektronik. Ia sempat bingung, apakah
Islam dan Muslim itu teroris.
Namun,
pemberitaan negatif itu mulai mempengaruhi pandangannya terhadap Islam
dan Muslim. Satu hal yang tertanam dalam dirinya, setiap Muslim
melakukan kekejaman di seluruh dunia. Kebenciannya terhadap Islam dan
Muslim mulai tumbuh. Ia merasa negaranya sudah diacak-acak oleh Islam
dan Muslim. "Mereka itu penjahat berbahaya di dunia," kata dia.
Satu
ketika, ia mendengarkan siaran radio. Nama program radio itu adalah
'Terror Talk'. Radio ini milik pemerintah AS. Isi dari pembicaraan dalam
radio itu adalah soal kehidupan Nabi Muhammad SAW.
Yang
ia dengar, radio itu mempertanyakan keteladanan Nabi Muhammad SAW
mengingat prilaku terorisme di seluruh dunia. "Saya mulai mempertanyakan
apa yang diyakini umat Islam pada waktu itu. Kebetulan saya tengah
mencari kebenaran," kata dia.
Awalnya,
ia banyak belajar tentang mitologi Nordik dan paganisme. Disela itu, ia
banyak membaca tentang Islam. Ketika berselancar di dunia maya, ia
terlibat diskusi menarik dengan Baba Ali. Ia seorang Muslim. Ia telah
mematahkan stereotip Muslim dalam pandanganya.
Ia
begitu terkejut, ternyata ada Muslim yang humoris dan santun. Ia mulai
membaca Alquran. Ia pikir, ia telah mendapatkan kesempatan untuk membaca
kitab yang menjadi rujukan teroris. Awalnya, ia takut terpengaruh.
Nyatanya, ia begitu terkejut dengan isi Alquran.
Ayat
demi ayat meluruhkan hatinya. Kebenciannya terhadap Islam dan Muslim
menguap. "Inilah kebenaran. Pertanyaannya, bagaimana aku berubah," kata
dia.
Pertama
yang ia lakukan adalah pergi ke masjid. Ia habiskan waktu sepanjang
hari untuk banyak membaca literatur tentang Islam. Ibunya sempat
mengkhawatirkan anaknya itu. Ia katakan kepada ibunya bahwa ia tengah
berada di masjid. Mendengar itu, ibunya sontak berteriak. "Tidak, anda
tidak bisa berada di masjid. Anda adalah seorang Kristen," kata ibunya.
Itulah
reaksi awal dari ibunya. Beberapa saat kemudian, ia mulai menerima
keputusan anaknya itu untuk mempelajari Islam. Ibunya pun menangis.
"Banyak cerita tentang bagaimana kisah orang yang memeluk Islam. Mereka
merasa kembali ke rumah setelah sekian lama pergi. Itulah yang aku
rasakan," kenang dia.
Di
masjid itu, akhirnya ia memeluk Islam. "Ketika anda ingin mencari tahu
tentang Islam dan Muslim, ada baiknya anda pergi ke masjid. Di sana,
anda akan mendapatkan informasi sebenar-benarnya. Jangan takut akan apa
yang keluarga anda pikirkan. Islam itu lahir untuk kita, umat manusia," papar dia.
0 komentar:
Posting Komentar