Asal Usul Kehidupan
Teori Abiogenesis
Aristoteles (384-322 SM), adalah
seorang filsuf dan tokoh ilmu pengetahuan Yunani Kuno. Sebenarnya dia
mengetahui bahwa telur-telur ikan yang menetas akan menjadi ikan yang
sifatnya sama seperti induknya. Telur-telur tersebut merupakan hasil
perkawinan dari induk-induk ikan. Walau demikian, Aristoteles
berkeyakinan bahwa ada ikan yang berasal dari Lumpur.
Menurut
penganut paham abiogenesis, makhluk hidup tersebut terjadi begitu saja
secara spontan. Itu sebabnya, teori abiogenesis ini disebut juga
generation spontanea. Bila pengertian abiogenesis dan generation
spontanea digabung, maka konsepnya menjadi: makhluk hidup yang pertama
kali di bumi berasal dari benda mati / tak hidup yang terjadinya secara
spontan (sebenarnya ini adalah dua teori yang berbeda, tetapi orang
sudah kadung salah kaprah).
Paham abiogenesis bertahan cukup lama,
yaitu semenjak zaman Yunani Kuno (ratusan tahun sebelum Masehi) hingga
pertengahan abad ke-17, dimana Antonie Van Leeuwenhoek menemukan
mikroskop sederhana yang dapat digunakan untuk mengamati makhluk-makhluk
aneh yang amat kecil yang terdapat pada setetes air rendaman jerami.
Oleh para pendukung paham abiogenesis, hasil pengamatan Antonie Van
Leeuwenhoek ini seolah-olah memperkuat pendapat mereka tentang
abiogenesis. Hasil pengamatan Anthoni ditulisnya dalam sebuah catatan
ilmiah yang diberi judul "Living in a drop of water".
Teori Biogenesis
Teori ini bertentangan dengan teori
abiogenesis, karena menganggap bahwa makhluk hidup berasal dari makhluk
hidup yang sudah ada sebelumnya. Tiga tokoh terkenal pendukung teori ini
adalah Francesco Redi, Lazzaro Spallanzani, dan Louis Pasteur.
Redi
merupakan orang pertama yang melakukan eksperimen untuk membantah teori
abiogenesis. Dia melakukan percobaan dengan menggunakan bahan daging
segar yang ditempatkan dalam labu dan diberi perlakuan tertentu.
Labu I : diisi daging segar dan dibiarkan terbuka
Labu II : diisi daging segar dan ditutup dengan kain kasa
Labu III : diisi daging segar dan ditutup rapat
Ketiga labu diletakkan di tempat yang sama selama beberapa hari. Hasilnya adalah sebagai berikut:
Labu I : dagingnya busuk, banyak terdapat belatung
Labu II : dagingnya busuk, terdapat sedikit belatung
Labu III : dagingnya tidak busuk, tidak terdapat belatung
Menurut Redi belatung yang terdapat
pada daging berasal dari telur lalat. Labu ke III tidak terdapat
belatung karena tertutup rapat sehingga lalat tidak bisa masuk.
Sayangnya, meskipun tertutup rapat ternyata pada labu tersebut bisa
muncul belatung. Ini disebabkan karena Redi tidak melakukan sterilisasi
daging pada disain percobaannya.
2. Lazzaro Spallanzani
Spallanzani
juga melakukan percobaan untuk membantah teori abiogenesis, tetapi
menggunakan bahan kaldu. Disainnya sebagai berikut:
Labu I : diisi kaldu lalu dipanaskan dan dibiarkan terbuka
Labu II : diisi kaldu, lalu ditutup dengan gabus yang disegel dengan lilin, kemudian dipanaskan
Setelah dingin kedua labu diletakkan di tempat yang sama. Beberapa hari kemudian hasilnya sebagai berikut.
Labu I : berubah busuk dan keruh, banyak mengandung mikroba (bakteri)
Labu II : tetap jernih, tidak mengandung mikroba
Menurut Spallanzani mikroba yang
tumbuh dan menyebabkan busuknya kaldu berasal dari mikroba yang beraada
di udara. Pendukung paham abiogenesis keberatan dengan disain
Spallanzani karena menurut anggapan mereka, labu yang tertutup
menyebabkan gaya hidup (elan vital) dari udara tidak dapat masuk,
sehingga tidak memungkinkan munculnya makhluk hidup (mikroba).
3. Louise Pasteur
Pasteur
menyempurnakan percobaan Redi dan Spallanzani. Ia menggunakan kaldu
dalam labu yang disumbat dengan gabus. Selanjutnya gabus tersebut
ditembus dengan pipa berbentuk leher angsa (huruf S), kemudian
dipanaskan. Setelah dingin dibiarkan beberapa hari kemudian diamati.
Ternyata air kaldu tetap jernih dan tidak ditemukan mikroba.
Desain pipa yang berbentuk leher
angsa tersebut memungkinkan masuknya gaya hidup dari udara, tetapi
ternyata tidak didapati makhluk hidup dalam kaldu. Menurut Pasteur,
mikroorganisme yang tumbuh dalam kaldu berasal dari udara. Mereka tidak
bisa masuk karena terhambat oleh bentuk pipa. Hal ini bisa dibuktikan
bila labu dimiringkan sedemikian rupa sehingga kaldu mengalir melalui
pipa dan menyentuh ujung pipa, ternyata beberapa hari kemudian
menyebabkan busuknya kaldu.
Dengan demikian Pasteur telah membuktikan bahwa teori biogenesislah yang benar. Muncullah ungkapan :
a. "omne vivum ex ovo" : makhluk hidup berasal dari telur
b. "omne ovum ex vivo" : telur berasal dari makhluk hidup
c."omne vivum ex vivo" : makhluk hidup berasal dari makhluk hidup
Teori Abiogenesis Modern
Evolusi Kimia
Evolusi Kimia
Menerangkan bahwa terbentuknya senyawa organik terjadi secara bertahap dimulai dari bereaksinya bahan-bahan anorganik yang terdapat di dalam atmosfer primitif dengan energi halilintar membentuk senyawa-senyawa organik kompleks.
Stanley Miller memasukkan gas
H2, CH4 (metan), NH3 (amonia) dan air ke dalam alat. Air dipanasi
sehingga uap air bercampur dengan gas-gas tadi. Sebagai sumber energi
yang bertindak sebagai "halilintar" agar gas-gas dan uap air bereaksi,
digunakan lecutan aliran listrik tegangan tinggi. Ternyata timbul
reaksi, terbentuk senyawa-senyawa organik seperti asam amino, adenin dan
gula sederhana seperti ribosa.
Hasil percobaan di atas memberi
petunjuk bahwa satuan-satuan kompleks di dalam sistem kehidupam seperti
lipid, gula, asam amino, nukleotida dapat terbentuk di bawah kondisi
abiotik.
Tahapan Evolusi Kimia
Tahapan yang diperkirakan terjadi adalah sebagai berikut.
1. Pembentukan senyawa kimia organik sederhana dari zat-zat anorganik dengan bantuan energi kosmis di atmosfer purba.
H2O + H2 + NH3+ + HCN menjadi uera, formaldehid, asetat, dan sebagainya
2. Pembentukan senyawa kimia yang
lebih kompleks: urea, formaldehid, asetat, dan sebagainya asam amino,
glukosa, asam lemak, nukleotida.
3. Pembentukan senyawa kompleks dengan cara polimerasi senyawa monomer organik:
· asam amino polimer protein
· glukosa polimer amilum, selulosa
· asam lemak + gliserol lemak
· nukleotida RNA
4. Beberapa molekul sederhana dan
molekul polimer berinteraksi menjadi agregat seluler. Beberapa molekul
berfungsi secara structural dan menjadi substrat reaksi untuk
menghasilkan energi bagi reaksi-reaksi sintesis.
5. Beberapa molekul (nukleotida)
mengalami polimerasi menjadi RNA yang mampu bertindak sebagai enzim
untuk sintesis, sekaligus mengarahkan jalannya reaksi-reaksi dalam
kompartemen (koaservat atau protobion).
6. RNA menjadi cukup stabil untuk bertindak sebagai molekul pembawa informasi genetis.
7. Reaksi-reaksi kimia agregat cikal
bakal seluler tersebut tersekat atau terjebak dalam sekat hidrofobik
(lemak) dan ini menjadi cikal bakal sel.
Stanley Miller mencoba mensimulasikan kondisi atmosfer purba di dalam skala laboratorium. Ia merancang alat yang seperti terlihat dalam gambar di bawah ini.
Skema alat percobaan Miller
Evolusi Biologi
Alexander Oparin
mengemukakan di dalam atmosfer primitif bumi akan timbul reaksi-reaksi yang menghasilkan senyawa organik dengan energi pereaksi dari radiasi sinar ultra violet. Senyawa organik tersebut merupakan "soppurba" tempat kehidupan dapat muncul. Senyawa organik akhirnya akan membentuktimbunan gumpalan (Koaservat). Timbunan gumpalan (koaservat) yang kaya akan bahan-bahan organik membentuk timbunan jajaran molekul lipid sepanjang perbatasan koaservat dengan media luar yang dianggap sebagai "selaput sel primitif" yang memberi stabilitas pada koaservat.
mengemukakan di dalam atmosfer primitif bumi akan timbul reaksi-reaksi yang menghasilkan senyawa organik dengan energi pereaksi dari radiasi sinar ultra violet. Senyawa organik tersebut merupakan "soppurba" tempat kehidupan dapat muncul. Senyawa organik akhirnya akan membentuktimbunan gumpalan (Koaservat). Timbunan gumpalan (koaservat) yang kaya akan bahan-bahan organik membentuk timbunan jajaran molekul lipid sepanjang perbatasan koaservat dengan media luar yang dianggap sebagai "selaput sel primitif" yang memberi stabilitas pada koaservat.
Meskipun begitu Oparin tetap
berpendapat amatlah sulit untuk nantinya koaservat yang sudah terbungkus
dengan selaput sel primitif tadi akan dapat menghasilkan "organisme
heterotrofik" yang dapat mereplikasikan dirinya dan mengambil nutrisi
dari "sop purba" yang kaya akan bahan-bahan organik dan menjelaskan
mekanisme transformasi dari molekul-molekul protein sebagai benda tak
hidup ke benda hidup.
Teori evolusi kimia telah teruji
melalui eksperimen di laboratoriurn, sedang teori evolusi biologi belum
ada yang menguji secara eksperimental. Walaupun yang dikemukakan dalam
teori itu benar, tetap saja belum dapat menjelaskan tentang dari mana
dan dengan cara bagaimana kehidupan itu muncul, karena kehidupan tidak
sekadar menyangkut kemampuan replikasi diri sel. Kehidupan lebih dari
itu tidak hanya kehidupan biologis, tetapi juga kehidupan rohani yang
meliputi moral, etika, estetika dan inteligensia.
Asal-Usul Sel Prokariotik
Mikrosfir
Mikrosfir merupakan protobion yang
terbentuk dengan sendirinya menjadi tets-tetes kecil saat didinginkan.
Mikrosfir tersusun dari beberapa proteinoid. Mikrosfir dikelilingi
membrane dua lapis dan akan mengalami pembengkakan atau penciutan
osmotik saat ditempatkan dalam larutan garam dengan konsentrasi yang
berbeda.
Liposom
Liposom
merupakan protobion yang langsung terbentuk dengan sendirinya menjadi
tetes-tetes kecil apabila komposisi organiknya mengandung lipid
tertentu. Lipid tersebut terorganisasi menjadi dua lapisan molekul pada
permukaan tetes tersebut, seperti halnya dua lapis membran lipid pada
membran plasma sel.
Protobion dianggap sebagai bahan dasar
pembentuk sel purba (progenot). Progenot merupakan cikal bakal
universal semmua jenis sel yang ada sekarang. Progenot berkembang
menjadi kelompok sel prokariotik purba, seperti:
1. Archaebacteria.
Archaebacteria
merupakan bakteri yang beradaptasi terhadap suhu sekitar 100C, kadar
garam tinggi,atau kadar asam tinggi. Bersifat anaerob, memiliki dinding
sel yang tersusun dari berbagai jenis protein, memiliki pigmen
fotosintetik berupa bakteriorodopsin, dan mampu menghasilkan ATP
sendiri.
2. Eubacteria.
Eubacteria merupakan bakteri yang
hidup pada kondisi lingkungan yang tidak seekstrim kondisi tempat hidup
Archaebacteria. Ada yang bersifat anaerob dan aerob, memiliki dinding
sel yang tersusun dari peptidoglikan, memiliki pigmen fotosintetik
berupa bekterioklorofil, DNA mampu menghasilkan ATP secara lebih efisien
karena sistem transport elektronnya lebih berkembang.
Sel prokariotik merupakan sel yang
memiliki struktur lebih sederhana dibandingkan dengan sel eukariotik.
Oleh karena itu, para ahli menduga bahwa makhluk hidup yang pertama kali
muncul merupakan prokariot.
Bagaimana proses munculnya bakteri
atau Cyanobacteria tersebut? Seperti kita ketahui, kehidupan tidak
muncul secara spontan dari materi yang tidak hidup dan tidak berwujud
seperti yang ada sekarang ini. Namun, kondisi bumi sekarang sangat
berbeda dengan kondisi bumi saat baru berusia satu juta tahun. Kondisi
atmosfernya berbeda (misalnya kondisi oksigen yang minimal), banyak
petir, aktivitas gunung berapi, hantaman-hantaman meteor, serta raidasi
UV sangat tinggi dibandingkan dengan keadaan bumi saat ini. Oleh
karenanya, lingkungan pada kondisi dulu memungkinkan bermulanya
kehidupan ini. Namun, masih banyak perdebatan mengenai asal-usul
kehidupan di bumi.
0 komentar:
Posting Komentar