Sejak kecil,
Imam Syafi'i telah hafal al-Quran dan banyak hadis. Jika mendengar ada
guru datang mengajar, dia segera pergi untuk menimba ilmu. Ketika
berusia 14 tahun, Imam Syafi'i menginginkan kepada ibunya tentang
keinginannya untuk merantau untuk menambah ilmu. Awalnya, ibunya merasa
berat untuk melepaskan karena Syafi'i adalah satu-satunya harapan ibunya
untuk menjaganya di hari tua. Demi
ketaatan dan kasih sayang Syafi'i kepada ibunya, dia membatalkan
keinginannya itu. Akhirnya ibunya mengizinkan Syafi'i merantau untuk
menambah ilmu pengetahuan. Sebelumnya melepaskan anaknya, maka ibunya
berdoa, "Ya Allah Tuhan yang menguasai seluruh Alam! Anakku ini akan
meninggalkan aku untuk berjalan jauh, menuju keredhaanMu. Aku rela
melepaskannya untuk menuntut pengetahuan peninggalan PesuruhMu. Oleh
karena itu aku bermohon kepadaMu, ya Allah agar dipermudah urusannya.
Peliharakanlah keselamatannya, panjangkanlah umurnya agar aku dapat
melihat kepulangannya nanti dengan dada yang penuh dengan ilmu yang
bermanfaat. Amin! " Selesainya berdoa ibunya memeluk Syafi'i kecil
dengan penuh kasih sayang dan dengan linangan air mata karena sedih
untuk berpisah. "Pergilah anakku. Allah bersamamu! Insya-Allah engkau
akan menjadi bintang ilmu yang paling gemerlapan dikemudian hari.
Pergilah sekarang karena ibu telah redha melepaskanmu. Ingatlah bahwa
Allah itulah sebaik-baik tempat untuk memohon perlindungan. " Setelah
ibunya berdoakan, Syafi'i mencium tangan ibunya dan mengucapkan selamat
tinggal. Dia meninggalkan ibu yang sangat dikasihinya dengan hati yang
pilu dan mengharapkan ibu selalu mendoakan kesejahteraannya dalam
menuntut ilmu. Karena kehidupannya yang sangat miskin, maka Syafi'i
berangkat dengan tidak membawa pasokan uang, kecuali dengan berbekalkan
doa ibunya dan cita-cita yang teguh untuk menambah ilmu sambil
bertawakkal kepada Allah. Ketika mahal kisah ini, Imam Syafi'i berkata,
"Sesekali aku menoleh kebelakang untuk melambaikan tangan kepada ibuku.
Dia masih berada pekarangan rumah sambil memperhatikan aku.
Lama-kelamaan wajah ibu menjadi samar ditelan kabut pagi. Aku
meninggalkan kota Makkah yang penuh barakah tanpa membawa sedikitpun
bekalan uang. Apa yang menjadi pasokan untuk diriku hanyalah Iman yang
teguh dan hati yang penuh tawakkal kepada Allah serta doa restu ibuku
saja. Aku serahkan diriku kepada Allah seru sekalian Alam. "
Senin, 01 April 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar