Rabu, 03 April 2013
Agar Dicintai Allah dan Dicintai Manusia
Segala puji yang disertai pengagungan seagung-agungnya hanya milik AllahSubhanahu wa Ta’ala dan perendahan diri kita yang serendah-rendahnyanya hanya kita berikan kepadaNya Robbul ‘Alamin. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam.
[Dicintai Lebih Baik daripada Hanya Sekedar Mencintai]
Cinta adalah sebuah kata yang sering kita dengan dan kita rasakan[1]. Bahkan terkadang cinta seseorang terhadap sesuatu bisa menjadikan marabahaya baginya. Namun suatu ha yang terkadang samar bagi kita, bahwa dicintai oleh sesuatu itu lebih baik daripada hanya sekedar mencintai sesuatu. Hal ini mirip dengan dengan diridhoi sesuatu lebih baik daripada hanya sekedar ridho pada sesuatu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang para sahabat,
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan (para sahababat) muhajirin dan anshor (para sahababat) dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik (para tabi’un), Allah ridho kepada mereka (mereka diridhoi Allah) dan merekapun ridho kepada Allah”. ( QS. At Taubah [9] : 100).
[Bagaimana Cara Agar Kita Dicintai Allah dan Manusia (?)]
Pertanyaan di atas telah lebih dahulu ditanyakan para sahabat kepada Nabishallallahu ‘alaihi was sallam sebagaimana yang diceritakan sahabat Abul ‘Abbas Sa’ad bin Sahl rodhiyallahu ‘anhu,
أَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ دُلَّنِى عَلَى عَمَلٍ إِذَا أَنَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِىَ اللَّهُ وَأَحَبَّنِىَ النَّاسُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « ازْهَدْ فِى الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ وَازْهَدْ فِيمَا فِى أَيْدِى النَّاسِ يُحِبُّوكَ ».
“Seorang Laki-laki datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam, lalu ia mengatakan, “Wahai Rosulullah tunjukkanlah kepadaku sebuah amal yang jika aku amalkan maka Allah akan mencintaiku demikian juga manusia (artinya Ia Dicintai Allah dan Manusia –pent.)?” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam pun menjawab, “Zuhudlah engkau di dunia maka Allah akan mencintaimu dan zuhudlah engkau terhadap apa yang ada pada tangan-tangan (yang dimiliki) manusia maka manusia akan mencintaimu”[2].
[Penjelasan Singkat dan Faidah Hadits]
Dalam redaksi hadits di atas tidak ditentukan siapa sahabat yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam karena hal itu tidaklah diperlukan dan kita tidaklah diperintahkan untuk mencari-cari siapa nama sahabat yang mulia tersebut. Hal ini banyak sekali kita temui dalam hadits-hadits Nabishallallahu ‘alaihi was sallam.
Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan, “(ازْهَدْ فِى الدُّنْيَا) zuhudlah engkau di dunia” maksudnya adalah bersikap roghbahlah (berpalinglah) engkau terhadap dunia yaitu tidak mencari bagian dari dunia kecuali bagian dari dunia yang akan memberikan manfaat di akhirat. Sikap zuhud ini lebih mulia dari waro’ karena waro adalah meninggalkan hal-hal bagian dunia yang membahayakan diri di akhirat. Jika kita telah bersikap zuhud maka secara otomatis kita telah bersikap waro’.
Dunia disebut dengan dunia (الدُّنْيَا) karena dua hal :
(دُنْيَا فِيْ الزَّمَان) di muka dalam masalah waktu, karena dunia terjadi sebelum akhirat.
(دُنْيَا فِيْ الْمَرْتَبَة) rendah/hina dalam hal tingkatan, karena dunia derajatnya jauh lebih rendah/hina dengan akhirat.
Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan, “(وَازْهَدْ فِيمَا فِى أَيْدِى) zuhudlah engkau dengan apa yang ada pada tangan (yang dimiliki) manusia” maksud bersikap roghbahlah (berpalinglah) dari apa yang ada pada manusia (hal-hal bagian dari dunia yang mereka miliki), hal ini mencakup meniggalkan sikap meminta-minta pada manusia. Karena jika kita meminta sesuatu kepada manusia maka hal itu bisa memberatkan mereka dan derajat kita menjadi lebih rendah. Karena tangan yang di atas lebih mulia daripada tangan yang ada di bawah.
Adapun diantara faidah hadits di atas adalah :
Tingginya keingan para sahabat dalam rangka meraih kebaikan di dunia dan akhirat.
Penetapan sifat cinta yang hakiki pada Allah.
Bolehnya mencari kecintaan dari manusia selama dengan cara-cara yang halal.
Fadhilah dari sikap zuhud di dunia.
[Diringkas dari kitab Syarh Al Arba’in An Nawawiyah oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin hal, 346-352 terbitan Mu’asasah Risalah, Beirut]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar