Hakikat
tulisan bahasa sebenarnya adalah teknik mensimbolkan bunyi-bunyi bahasa
yang memiliki makna. Tulisan dibuat agar gagasan/ide yang dikandung
bahasa yang diucapkan secara lisan bisa didokumentasikan dan ditransfer
lintas generasi Tulisan adalah jenis kesepakatan komunitas, karena itu
bentuk-bentuk tulisan dalam berbagai peradaban bisa berbeda-beda.
Tulisan Arab berbeda dengan Cina, India, Jawa, Eropa, dst.
Islam
sendiri tidak pernah memerintahkan jenis tulisan tertentu yang mengikat
kaum Muslimin agar tulisan tersebut dipakai ketika menulis. Tidak ada
dalil dalam Al-Quran maupun As-Sunnah yang mewajibkan seorang Muslim
terikat dengan tulisan tertentu. Tulisan Arab pun tidak lebih adalah uslub (teknik) mensimbolkan bunyi-bunyi bahasa Arab yang memiliki makna yang merupakan hasil peradaban. Taqrir (sikap diam) Nabi terhadap tulisan Arab adalah taqrir terhadap Uslub penulisan, bukan Taqrir untuk mewajibkan kaum Muslimin untuk memakai tulisan Arab ketika mengungkapkan
bahasa. Nabi sendiri pernah memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk mempelajari tulisan Yahudi.
عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ قَالَ أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَتَعَلَّمَ السُّرْيَانِيَّةَ
“Dari Zaid bin Tsabit beliau berkata; Rasulullah SAW memerintahkan kepadaku untuk belajar Assuryaniyyah (tulisan yahudi)” (HR. Attirmidzi)
“Dari Zaid bin Tsabit beliau berkata; Rasulullah SAW memerintahkan kepadaku untuk belajar Assuryaniyyah (tulisan yahudi)” (HR. Attirmidzi)
Karena
itu setiap Muslim tidak terikat untuk memakai tulisan Arab dalam
tulisan mereka, baik bahasa yang diungkapkan adalah bahasa Arab maupun
bahasa lokal (kecuali tulisan Al-Quran). Tiap-tiap Muslim boleh memakai
tulisan apapun yang disepakati komunitas selama tidak mengandung mafhum (pemahaman)
yang bertentangan dengan Islam. Jadi, boleh hukumnya menulis dengan
tulisan Arab, Latin, India, Jawa, Cina, dll karena semua itu hanyalah
teknik mengungkapkan/simbolisasi bunyi-bunyi bahasa.
Kata “4JJI” sendiri secara fakta digunakan oleh sebagian
orang sebagai bentuk “kreasi” penulisan dalam SMS yang kemudian
berkembang secara meluas. Penulisan tersebut sebenarnya adalah bentuk
“keterpaksaan” ketika HP tidak mendukung font Arab, atau sebuah
kesengajaan sebagai suatu karya seni. Belum bisa dipastikan siapa yang
pertama kali membuat kreasi ini, meskipun desas-desusnya kreator tulisan
ini adalah para aktivis pergerakan (harokiyyun).
Tidak
bisa dikatakan bahwa lafadz “4JJI” dalam bahasa Indonesia tidak
bermakna apa-apa, karena lafadz “4JJI” jika dibaca bunyinya
“Empat-Je-je-El” bukan berbunyi الله /Allah. Tidak bisa dikatakan
demikian. Karena tulisan adalah simbol-simbol bunyi bahasa yang bersifat
ekslusif dan dimaknai berdasarkan kesepakatan komunitas, bukan orang
yang diluar komunitas. Jika satu komunitas sepakat memaknai lafadz “i2”
dengan makna “itu”, lafadz “s7” dengan makna “setuju”, lafadz “t4”
dengan makna “tempat”, maka tidak ada hak bagi komunitas lain
menyalahkan istilah tersebut. Karena istilah adalah alat komunikasi, dan
komunikasi yang diperhatikan adalah unsur kesepahaman bersama.
Secara
fakta, ada tulisan yang bentuknya sama tetapi dibunyikan dengan cara
berbeda oleh komunitas yang berbeda sebagaimana ada tulisan yang sama
dibunyikan dan diartikan secara berbeda oleh komunitas yang berbeda.
Huruf “W” misalnya, dibunyikan orang Indonesia dengan bunyi “we”,
sementara orang Inggris membacanya “dabelyuw”. Kata “alone” dibunyikan
orang Inggris dengan cara mereka dan diartikan “sendirian”, sementara
bagi orang Jawa kata tersebut bermakna “alangkah pelannya”. Jadi tidak
cukup bahwa fakta kata “4JJI” tidak bisa dibaca Allah dalam bahasa
Indonesia untuk melarang atau mengharamkan penggunaan kata tersebut.
Tulisan adalah kesepakatan, sementara kata “4JJI” sudah dimaklumi bahwa
kata ini berusaha meniru tulisan Arab secara artistik untuk
menggantikan lafadz الله.
Adapun
klaim bahwa lafadz “4JJI” adalah singkatan dari “For Judas, Jesus, And
Isa” maka ini adalah klaim yang belum bisa dibuktikan secara ilmiah.
Belum ada studi yang lebih bertanggung jawab yang menganalisis
berdasarkan kajian linguistik, sosial, budaya, antropologi, dan
peradaban untuk membuktikan bahwa kata tersebut memang singkatannya
demikian. Kreasi singkatan bisa saja liar. Kata “4JJI” mungkin juga
dianggap singkatan dari “For Joko, Johan, and Indri’, atau “for Juminten
Jijik Ih”, “For Dajjal” atau “For Jabbar (Yang Maha Perkasa, Jalil
(yang maha Agung ) and Islam”. Melarang lafadz “4JJI” dengan alasan
singkatan itu lebih terkesan paranoid dan mirip orang yang mengatakan
“jangan beli laptop merek ACER karena ACER itu singkatan dari Agak Cepat
Rusak”.
Namun
terkait lafadz Allah, hendaknya seorang Muslim berhati-hati.
Mengangungkan lafadz Allah adalah wajib. Islam mengharamkan segala
sesuatu yang mengantarkan penghinaan/pelecehan terhadap lafadz Allah.
Oleh karena itu, jika penggunaan lafadz “4JJI” secara fakta bisa
dibuktikan merendahkan lafadz Allah, maka hendaknya seorang Muslim
menghindarinya. Allah berfirman:
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ} [الأنعام: 108[
Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki.
Yang semakna dengan ini adalah larangan mencaci orangtua orang lain yang menyebabkan orang lain mencaci orang tua kita:
Yang semakna dengan ini adalah larangan mencaci orangtua orang lain yang menyebabkan orang lain mencaci orang tua kita:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ أَكْبَرِ الْكَبَائِرِ أَنْ يَلْعَنَ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَلْعَنُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ قَالَ يَسُبُّ الرَّجُلُ أَبَا الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَبَاهُ وَيَسُبُّ أُمَّهُ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ أَكْبَرِ الْكَبَائِرِ أَنْ يَلْعَنَ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَلْعَنُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ قَالَ يَسُبُّ الرَّجُلُ أَبَا الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَبَاهُ وَيَسُبُّ أُمَّهُ
“Dari
Abdulllah bin ‘Amr beliau berkata; Rasulullah SAW bersabda: termasuk
dosa yang paling besar adalah seseorang melaknat kedua orangtuanya.
Beliau ditanya; wahai Rasulullah, bagaimana (mungkin) seseorang melaknat
kedua orangtuanya?. Beliau menjawab; seseorang mencaci ayah orang lain
maka orang lain tersebut mencaci ayah pencaci dan ibunya” (HR. Bukhari)
0 komentar:
Posting Komentar